Kupasbima.com-MataramNTB. TGH Najam juga blak-blakan terkait kinerja DPRD NTB selama ini. Dia menyebut sejumlah proyek pemerintah yang menyita perhatian publik karena bermasalah, atau dibiayai padahal bukan menjadi urusan Pemerintah Provinsi sesuai amanat Undang-Undang. Semua itu juga tak lepas karena andil DPRD NTB yang telah menyetujui proyek tersebut dalam APBD.
TGH Najam misalnya memberi contoh proyek irigasi tetes di Lombok Utara dan Sumbawa yang menelan anggaran hingga Rp 25 miliar. Namun, proyek tersebut tidak berhasil. Atau ada proyek percepatan jalan dimana ada anggaran miliaran untuk pembangunan jalan Batu Rotok di Sumbawa, yang mana jalan tersebut bukanlah jalan provinsi sehingga Pemprov NTB membelanjakan anggaran untuk yang bukan kewenangannya. Atau ada anggaran belasan miliar untuk untuk program Zero Waste dengan dana belasan miliar. Urusan sampah, sama sekali bukanlah urusan Pemprov NTB, melainkan menjadi urusan wajib kabupaten/kota. Ada juga program beasiswa yang menelan anggaran puluhan miliar. Juga bukan urusan Pemerintah Provinsi. Apalagi terdapat sejumlah temuan dari Badan Pemeriksa Keuangan terkait program ini.
Menurut TGH Najam, dirinya tak akan serta merta menyalahkan Gubernur atas kondisi tersebut. Sebab, ada andil besar dari DPRD NTB yang turut memberi persetujuan.
“Kenapa bisa lolos, pimpinan DPRD NTB adalah pihak yang paling patut dimintai pertanggungjawaban,” tandasnya.
TGH Najam pun membuat pengakuan mengejutkan. Bahwa selama ini, APBD NTB rupanya tidak pernah dibahas sebagaimana mestinya di DPRD NTB. Sebab, dirinya menengarai, jauh sebelum KUA-PPAS ditandatangani, sudah ada deal-deal, sehingga APBD bisa mulus mesti kata dia, tak melalui pembahasan sebagaimana mestinya.
“Saya mencurigai ada konspirasi antara pengaju anggaran dan pihak yang menjadi penyetujui anggaran,” tandasnya seraya menekankan, anggota tidak tahu secara detail isi APBD tiap tahun anggaran.
TGH Najam pun ingin membuka mata publik. Tanda-tandanya disebutnya sangat teramat jelas. Empat tahun terakhir DPRD NTB di bawah kepemimpinan Hj Bq Isvie Rupaeda, tak satu pun ada keputusan DPRD secara kelembagaan terhadap semua persoalan besar di daerah yang menyita perhatian publik. Padahal, harusnya, terhadap semua persoalan tersebut, pimpinan DPRD mestinya segera menugaskan alat kelengkapan DPRD NTB yang terkait secara teknis untuk melakukan kajian dan telaah komprehensif. Sehingga hal tersebut bisa ditindaklanjuti sebagai rekomendasi, atau keputusan DPRD yang ditetapkan dalam rapat paripurna.
Sehingga selama empat tahun terakhir, DPRD dinilainya tidak pernah bekerja. Yang dilakukan DPRD kata TGH Najam, secara umum hanya sebatas menerima gaji, mengurus program pokir, dan kunjungan kerja. Begitu terus berulang. Sehingga terhadap isu-isu besar, tak satu pun ada keputusan resmi DPRD secara kelembagaan.
Sejumlah hal fundamental yang melanggar tata tertib pun kata TGH Najam dibiarkan oleh pimpinan DPRD NTB. Dia memberi contoh. Bahwa setiap Anggota DPRD NTB harus ditugaskan di alat kelengkapan DPRD NTB. Namun, hingga kini, sudah berbulan-bulan, Mori Hanafi tak memiliki komisi di DPRD NTB. Padahal tata tertib DPRD mengatur secara jelas hal tersebut.
“Makanya saya menilai, pucuk pimpinan DPRD NTB memimpin lembaga ini bukan sebagai ketua. Tetapi sebagai kepala dalam birokrasi,” tandas TGH Najam. (KB 000*/Red).
0 Komentar